Senin, 11 Januari 2016

Masalah Kabut Asap RI Selimuti Negara-Negara Tetangga Dalam Hukum Lingkungan Internasional

Diposting oleh Unknown di 19.08
Hampir setiap musim kemarau di Indonesia pada beberapa dekade terakhir ini sering mengalami kebakaran, khusunya di beberapa wilayah yaitu Jambi, Riau, Sumatera dan Kalimantan. Penyebab dari masalah kebakaran hutan adalah karena kesalahan sistemik dalam pengelolaan hutan secara nasional. Dalam praktek konservasi lahan, penyiapan atau pembersihan atau pembukaan lahan oleh perusahaan dilakukan dengan cara membakar. Metode land clearing dengan cara membakar tersebut lebih dipilih daripada metode lain, karena dinilai paling murah dan efisien. Faktor ekonomi dan ketidaktersediaan teknologi yang memadai menjadi latar belakang kenapa metode ini lazim dilakukan, meskipun dampak yang ditimbulkan dari penerapan metode ini terhadap lingkungan tidak sebanding dengan hasilnya.


Dampak langsung dari kebakaran hutan tersebut antara lain, timbulnya penyakit infeksi saluran pernafasan akut bagi masyarakat, berkurangnya efesiensi kerja karena saat terjadi kebakaran hutan dalam skala besar, sekolah-sekolah dan kantor-kantor akan diliburkan, terganggunya transportasi di darat, laut maupun udara, timbulnya persoalan internasional asap dari kebakaran hutan tersebut  menimbulkan kerugian materiil dan imateriil pada masyarakat setempat dan sering kali menyebabkan pencemaran asap lintas batas (transboundary haze pollution) ke wilayah negara-negara tetangga, seperti Malaysia dan Singapura. Asap dari kebakaran hutan dan lahan itu ternyata telah menurunkan kualitas udara dan jarak pandang di wilayah di Sumatera dan Kalimantan, termasuk Malaysia, Singapura, Brunei dan sebagian Thailand.

Permasalahan kabut asap ini menjadi masalah internasional karena kasus ini menimbulkan pencemaran di negara-negara tetangga (transboundary pollution) sehingga mereka mengajukan protes terhadap Indonesia atas terjadinya masalah ini. Berdasarkan pada pertemuan menteri lingkungan hidup ASEAN dalam masalah polusi kabut asap lintas batas pada 13 Oktober 2006, Malaysia dan Singapura mendesak Indonesia untuk menyelesaikan masalah ini. Protes Malaysia dan Singapura ini didasarkan pada alasan bahwa kabut asap tersebut telah menimbulkan gangguan terhadap kesehatan masyarakat, perekonomian serta pariwisata mereka.

Pernyataan maaf secara resmi terhadap masalah ini sebenarnya sudah dikeluarkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kepada Malaysia dan Singapura. ASEAN sebagai organisasi regional yang menaungi daerah bencana ini patut memberikan bantuan. ASEAN dalam hal ini sebagai organisasi tempat para pihak bernaung secara internasional memiliki perangkat yuridis berupa traktat internasional yaitu The 1997 ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution (AATHP). Namun negara-negara ASEAN terutama Malaysia dan Singapura belum merasa puas karena Indonesia sampai saat ini belum meratifikasinya sehingga . Sampai dengan bulan Juli 2005, tujuh negara ASEAN telah meratifikasi yakni Brunei, Malaysia, Myanmar, Singapura, Thailand, Vietnam dan Laos dan Kamboja.

Meskipun demikian, pencemaran udara akibat kebakaran hutan bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum lingkungan internasional. Salah satu prinsip adalah “Sic utere tuo ut alienum non laedes” yang menentukan bahwa suatu Negara dilarang melakukan atau mengijinkan dilakukannya kegiatan yang dapat merugikan Negara lain dan prinsip good neighbourliness. Pada intinya prinsip itu mengatakan kedaulatan wilayah suatu negara tidak boleh diganggu oleh negara lain. Dalam hukum internasional terdapat prinsip-prinsip hukum internasional untuk perlindungan lingkungan lainnya adalah general prohibition to pollute principle, the prohibition of abuse of rights, the duty to prevent principle, the duty to inform principle, the duty to negotiate and cooperate principle, intergenerational equity principle.

Konsekuensi dari pelanggaran tersebut dapat menjadi dasar untuk meminta pertanggungjawaban Negara terhadap Negara yang telah melakukan tindakan yang merugikan Negara lain. Menurut hukum internasional pertanggungjawaban Negara timbul dalam hal Negara yang bersangkutan merugikan Negara lain. Dalam hal ini kasus kebakaran hutan di Indonesia telah menimbulkan dampak negatif terhadap Negara-negara tetangga.

Bila dilihat, sebenarnya Indonesia telah melakukan segala upaya yang mampu dilakukan untuk mencegah dan menanggulangi polusi asap akibat kebakaran hutan. Hal ini jelas bukan merupakan tindakan aktif negara dan juga tidak dapat dikategorikan sebagai tindakan membiarkan, mengingat upaya-upaya telah dilakukan. Selain itu, Presiden  SBY telah meminta maaf kepada Malaysia dan Singapura sebagai bentuk tanggung jawab, meskipun hanya sebagai tanggung jawab moral.


Upaya pemerintah Indonesia sekarang menanggulangi kebakaran hutan sudah membaik namun keterbatasan dana dan personil serta luasnya skala kebakaran, menyebabkan Indonesia sekali lagi tidak berdaya. Indonesia memerlukan bantuan, tidak hanya menanggulangi kebakaran hutan dengan pengerahan personil dari ASEAN, tetapi juga pencegahan, yakni dengan membuat aturan hukum yang efektif menghukum pembakar hutan. Dan sebagian dari masalah ini bisa ditanggulangi hanya apabila Indonesia meratifikasi ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution ini. Bila dilihat, sebenarnya ratifikasi kesepakatan tersebut lebih banyak keuntungannya daripada kerugiannya terhadap kepentingan dan kebijakan nasional Indonesia.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Bodhia ilmiwaty Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos